Minggu, 19 Juni 2016

Ramadhanku

Sebuah Konstelasi Bingkai Hati
Oleh: Ismail Sunni Muhammad*

   Tiada bulan seindah bulan Ramadhan. Bulan ketika setiap nafas yang terhembus adalah tasbih, dan istirahat pelepas lelah adalah ibadah. Bulan di mana awalnya adalah kasih sayang Allah SWT, keduanya adalah pengampunanNya, ketiganya adalah pembebasan kita dari api neraka. Bulan di mana al-Quran diturunkan. Pintu surga dibuka dan pahala dilipatgandakan. Bulan yang menghipnotis setiap muslim menjadi versi terbaik diri mereka. 
 Tiada malam seindah malam Ramadhan. Dimana bulan dan bintang tidak lagi sendiri menemani malam. Lantunan al-Quran terucap terbata-bata indah dari bibir mungil anak-anak kecil di setiap bilik surau dan masjid.  Tiap petak ubin seakan menjadi saksi dari ribuan kening yang menciumnya demi menyembah Allah SWT pencipta semesta. 

Senin, 05 Oktober 2015

Proyeksi Kuliah #enam

Bismillahirrahmanirrahim

             Ketika membuka sosial media, mata saya tertahan membaca sebuah meme dengan isi yang unik. Adalah bahwa hidayah layaknya cahaya, ia tak akan menyapa kamar yang tak dibuka jendelanya. Seketika saya merenung, saya berpikir apakah kamar saya telah terbuka daun jendelanya?”
            Kebaikan dan orang baik memiliki magnet dengan ciri khas tersendiri. Karakter magnet tersebut adalah wajah yang dipenuhi dengan cahaya, ketenangan hati, kejernihan pikiran, ketulusan ucapan dan bijak dalam tindakan. Ia layaknya mutiara. Kerap tersembunyi namun begitu padat dengan filosofi.
            Tentu bila ingin memiliki magnet yang sedemikian membutuhkan usaha yang tak sedikit dan tak menerima diam. Curahan daya dan muatan asa. Dua yang mampu mendiferensiasikan kultur manusia dengan begitu signifikan.

Study Project of Mine #lima

Bismillahirrahmanirrahim

Motivation, Inspiration, Passion and Patience
To begin with, I would like to convey what I read yesterday morning. It is a quote. A wise one. It told me, “Sorry is not enough, sometimes you actually have to change”. I put this quote in my mind, questioning my heart sincerely, “why should we sorry?”
Sorry usually used to express something to someone. Commonly when we did someone wrong, hurt them, make them cry, frightened, embarrassed, or frustrated. Occasionally, it is not always about thing we did to someone, but to ourselves as well.
Because basically we live as the mirror. The shadow of ours inside, is our picture in the outside. Both sides is in contrast, yet performs the same emotions. We smile they smile, they are disappointed we regret. It is a mutual direct connection image. Sorry is a word or an action we say and feel, when we make mistake.

Proyeksi Kuliah #empat

Bismillahirrahmanirrahim



             Kerap kali seseorang atau beberapa orang berujar kepada saya, “be yourself”!! jadilah diri kamu sendiri. Adalah dorongan untuk tidak menduplikat gaya hidup orang lain. Adalah bagaimana hidup dengan orisinalitas rasa kita. Tidak ada plagiat dalam berucap, tidak ada paste dalam bertingkah, tidak ada membebek dalam berpikir. Tidak ada hal yang tidak berlaku tanpa melalu celah filter dalam diri kita, ourselves.
             Beberapa impact yang dirasakan dari seseorang yang memutuskan menjadi dirinya sendiri adalah penghakiman orang lain. Bayangkan, mengikut pada orang lain saja dihujat, bagaimana menjadi diri sendiri?
            Menurut saya sendiri, ada yang perlu diperbaiki dari ucapan semangat, “be yourself” ini. Memang tidak sepenuhnya salah namun tetap ada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Tidak semestinya ada. Mari coba kita kupas bersama.

Proyeksi Kuliah #tiga

Bismillahirrahmanirrahim
         
          
         Sebuah kisah singkat saya dapati saat saya membuka facebook. Adalah tentang seorang yang telah terlanjur tua. Saat muda, dia berharap mengubah dunia. Menyadari sulit, ia berubah pikiran namun masih dengan semangat yang sama. Ia ingin mengubah negaranya saja. Dari sekian juta orang, ia semakin matematis mengukur kemampuan dirinya. 
            Tumbuh rambut putih di kepalanya, ia berinisiatif untuk hanya mengubah kotanya saja. Malang, tubuhnya pun tak kuasa memenuhi target yang begitu rapat dan ketat. Usianya semakin tua, dan baru dia tersadar. Mengapa ia tak mengubah dirinya sendiri terlebih dahulu??
            Pertanyaan di atas kerapkali dilontarkan seorang motivator, khususnya dalam acara seminar mengenai kepemimpinan atau pembentukan kepribadian. Namun, anda beruntung membaca naskah singkat ini, karena saya akan membedahnya disini.

Proyeksi Kuliah #Dua

Bismillahirrahmanirrahim


          Pendidikan buat saya adalah suatu keniscayaan. Sebuah urgensi yang tak terelakkan. Entah, sudah berapa analisa dan penelitian yang lahir dan tercatat. Semuanya bisa terwujud dengan pendidikan. Secara tegas, saya berbicara pada hati saya, “pendidikan adalah harga mati”. 
          Pendidikan adalah awal hidup seorang manusia. Bayi yang belajar menatap dunia dengan sentuhan orang tua. Ia meniti langkah demi langkah. Sesaat hanya tertidur, lalu merangkak, mencoba berdiri. Sesekali menggandeng tangan bundanya manja. Sesekali menangis terjatuh, sesekali merengek membutuhkan perhatian dan pendampingan. Hingga akhirnya ia bisa berlari.
           Berlari dari masa lima tahunnya hingga meremaja. Sedemikian cepatnya hingga ia berusaha untuk melangkah dengan perlahan namun dewasa. Itulah deskripsi singkat awal pendidikan merambat memeluk kehidupan manusia.

Proyeksi Kuliah #Satu


Bismillahirrahmanirrahim


            Masa muda adalah masa yang sungguh berharga. Masa dimana keadaan fisik masih prima. Masa yang diibaratkan oleh penyanyi dangdut kondang, “H. Rhoma Irama” sebagai masa yang berapi-api. Mengapa harus api? Dari pertanyaan singkat inilah, semua isi naskah sederhana ini mengalir.
            Api selalu diibaratkan dengan warna merah. Merah lekat merujuk dengan darah. Darah merepresentasikan makna pengorbanan. Pengorbanan semata ada dengan adanya kepercayaan dan keberanian. Tidak bisa hanya salah satunya.
            Kepercayaan tanpa keberanian akan selalu dicap pengecut. Kepercayaan yang pasif. Tumpul dengan nalar kritis untuk mengurai setiap persepsi yang salah. Seakan rumah dengan tiang pondasi yang hilang. Lumpuh dan rapuh.