Sebuah Puisi
Yakinlah kamu tidak tercipta
sendiri,
Layaknya awan mengharap hujan,
Percayalah, kamu adalah yang ia
dambakan
Bila ia adalah aku, dengan setia ku
kan berada di sisi menemani,
Bukankah kamu mengetahui itu dari
lubuk hati,
Memegang erat kedua tanganmu dalam hangat
dua tanganku,
Ketika hidup terasa begitu dingin
membisu.
Ku katupkan mata, ketika
kehilanganmu hanya menyisakan duka,
Menghapus suka, seakan dunia akan
berakhir begitu saja,
Tak ada bumi tuk kaki berpijak, tak
ada langit tuk mata menerawang,
Tertimbun mozaik buta nan kosong, bayang
hitam tergantung membentang.
Masihkah berkenan menanti salju di
padang yang gersang,
Dengan sepucuk harapan, lalu lalang
terbang,
Masihkan sudi menunggu waktu yang
tak berputar kembali,
Demi ratap sedih yang hanya membunuh
melukai.
Bila kau larut dalam kecamuk derita
dengan cinta yang tak berbalas jua,
Sadarlah bahwa setangkai ikhlas
begitu mudah terbakar dengan sejumput api dusta,
Bila kau menyesali, takdirmu hidup
di lintasan dunia ini,
Kemarilah,
ku tunjukkan begitu cantiknya melati di belantara duri.
ku tunjukkan begitu cantiknya melati di belantara duri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar