Bismillahirrahmanirrahim
Kerap kali seseorang atau beberapa orang
berujar kepada saya, “be yourself”!! jadilah diri kamu sendiri. Adalah dorongan
untuk tidak menduplikat gaya hidup orang lain. Adalah bagaimana hidup dengan
orisinalitas rasa kita. Tidak ada plagiat dalam berucap, tidak ada paste dalam
bertingkah, tidak ada membebek dalam berpikir. Tidak ada hal yang tidak berlaku
tanpa melalu celah filter dalam diri kita, ourselves.
Beberapa impact yang dirasakan dari seseorang
yang memutuskan menjadi dirinya sendiri adalah penghakiman orang lain.
Bayangkan, mengikut pada orang lain saja dihujat, bagaimana menjadi diri
sendiri?
Menurut
saya sendiri, ada yang perlu diperbaiki dari ucapan semangat, “be yourself”
ini. Memang tidak sepenuhnya salah namun tetap ada sesuatu yang tidak pada
tempatnya. Tidak semestinya ada. Mari coba kita kupas
bersama.
Jadilah
dirimu sendiri! Sebenarnya bagaimana kita menjadi diri kita sendiri? Tentu diri
ini milik kita, lalu apa yang dimaksud dengan menjadi? Ada surat dalam al-Quran
yang menjelaskan bahwa kita adalah makhluk sosial, yang tak bisa tak hidup
dengan orang lain. Kita membutuhkan bantuan dalam bentuk apapun.
Surat
tersebut bernama an-Naas, kumpulan manusia. Segerombolan orang yang memiliki
ego yang berbeda dengan proses hidup yang tak sama. Mengajarkan bahwa kita
hidup dengan melihat. Membaca dengan mata. Bahwa apapun yang ada dan terjadi
dari perilaku kita, semata adalah stimulasi atau cermin dari apa kita lihat dan tatap.
Visual
yang tertangkap menjadi bayangan kehidupan yang terekam dalam memori otak lalu
menghasilkan cipta laku untuk meresponnya. Reaksi motorik untuk merasakannya,
menyentuhnya sehingga dari mata lah, hampir semua indra tubuh tersentuh untuk
bergerak.
Mata
mengamati dan yang mengontrol adalah hati. Setiap apapun yang terlihat, hakim
terakhir yang berkata, “eksekusi!” adalah hati. Kita hidup dengan mencontoh dan
meneladani sebagai hasil final dari membaca dan mengamati.
Maka
ungkapan be yourself sungguh ucapan yang sempit dan penuh luka. Apakah kita
sudah sedemikian mulia untuk hanya melihat dan menjadi diri kita? Bahkan
semulia-mulianya orang selalu melihat kemuliaan yang lebih mulia disisi orang
lain.
Be like
your prophet Muhammad SAW! Itulah adagium yang seharusnya ada dan terlaksana.
Secara kita adalah bangsa muslim dan muslim yang berbangsa. Dari adagium
positif inilah, saya mengawali karir saya sebagai mahasiswa untuk belajar
disini. Keinginan bagaimana tumbuh sebagaimana apa yang nabi kita contohkan.
Dalam universitas Muhammadiyah ini.
Atribut positif,
keadaan kondusif serta sarana yang memadai saya setujui sebagai pembantu saya
bagaimana merealisasikan adagium “be like Muhammad SAW”. Dan kelak, semoga saya
bisa semakin menjadi pribadi yang lebih baik dengan prodi manajemen yang saya
pilih ini. Melewati masa-masa awal hingga akhir dengan senyum serta memilih UKM
yang sesuai dengan minat saya adalah langkah kedepan saya. Sekiranya akan
membuat saya berarti dan memberikan pada selain saya sebuah arti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar