Bismillahirrahmanirrahim
Masa
muda adalah masa yang sungguh berharga. Masa dimana keadaan fisik masih prima.
Masa yang diibaratkan oleh penyanyi dangdut kondang, “H. Rhoma Irama” sebagai
masa yang berapi-api. Mengapa harus api? Dari pertanyaan singkat inilah, semua
isi naskah sederhana ini mengalir.
Api
selalu diibaratkan dengan warna merah. Merah lekat merujuk dengan darah. Darah
merepresentasikan makna pengorbanan. Pengorbanan semata ada dengan adanya
kepercayaan dan keberanian. Tidak bisa hanya salah satunya.
Kepercayaan
tanpa keberanian akan selalu dicap pengecut. Kepercayaan yang pasif. Tumpul
dengan nalar kritis untuk mengurai setiap persepsi yang salah. Seakan rumah
dengan tiang pondasi yang hilang. Lumpuh dan rapuh.
Disitulah
dia akan speechless bila kepercayaannya menemui tantangan. Terlebih bila
tantangan tersebut teroganisir dengan rapat dan rapi. Bagai kerbau yang dicocok
kedua hidungnya. Rela atau paksa, hatinya akan terbelenggu tak kuasa.
Adapun
keberanian tanpa kepercayaan merupakan kepincangan diri dalam memaknai apa yang
sejatinya masih ambigu. Sama halnya dengan karakter pertama, kali ini layaknya
perahu tanpa nahkoda. Sekedar nekat, menantang besarnya samudra, gilanya badai
dan curamnya jurang tanpa pertimbangan dan persediaan yang memadai.
Sungguh
ironis ketika seseorang berani membela apa yang dia tidak percayai. Dia tidak
ketahui wujud aslinya. Dia tidak mengerti apa dampak buruk yang akan terjadi.
Alhasil, keberaniannya layaknya singa tanpa gigi. Sebuah gambaran keberanian
yang sia-sia.
Saat ini
saya berdiri. Mengaku berusaha menjadi mahasiswa sejati. Dan misi yang harus
saya capai adalah menanamkan akar keseimbangan dalam sisi keberanian dan
kepercayaan dalam diri saya. Karena keberanian dalam kebaikan menurut saya
lebih berat untuk dilaksanakan, namun selalu berakhir indah dan
berarti.
Karena
kepercayaan dalam diri saya masih belum sepenuhnya kokoh dan kukuh. Masih
banyak hal yang ingin saya baca, tulis, pelajari, kaji dan pahami. Sehingga
kepercayaan saya bertasbih menjadi benteng dan keberanian saya berevolusi
menjadi cahaya.
Itulah
alasan saya memilih untuk selalu
belajar, membangun benteng
saya, menemukan cahaya saya. Sendiri memang sepi, namun selalu lebih baik
daripada ramai dicerca. Dan ketika benteng saya telah membaja, dan cahaya saya
bersinar cerah, saya yakin saya akan mendapatkan pencerahan hidup yang lebih
baik.
Kebersamaan
yang saya dambakan adalah kebersamaan yang memupuk kebaikan. Disinilah saya
ingin berada, hidup dan tumbuh. Dengan berapi-api. Dengan semangat pengorbanan
dan keberanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar