Sebuah Puisi
Kalaku begitu dungu, dalam ceria kanakku,
Hal gila yang tak kuduga, selalu kulakukan tanpa bersalah,
Semua lelah yang kupahat, dalam cintamu yang kuat,
Mama, aku anakmu yang menangis merajuk doa.
Mama, ini anakmu yang beribu kali membuatmu terharu gemas tak berdaya,
Hari yang ternoda dengan bohongku nista,
Hingga saat senja, matahari beranjak di atas cakrawala,
Dhuzur memandang dan aku sadar aku sungguh menyayangimu, mama,
Saat ini, saat kau meretas benih baik yang kau pupuk dalam sabar,
Mengendap sepenuhnya dalam dadaku, anakmu tercinta,
Ku harap bisa membayar tiap peluh pengorbanan yang teruntai indah, tak
berakhir maya.
Andai ku adidaya, membunuh sikap malasku saat kau suruh belanja,
Kukan bersumpah, tidak akan mengeluh lemah,
Melakukannya untukmu tulus tanpa bea cukai atau denda.
Mama, aku telah tumbuh sekarang,
Menapak dewasa membalas baktimu yang slalu ada,
Berjuang mengukir senyum dan puasmu di masa tua,
Ku harap tak lambat membuatmu berbuncah bangga.
Kini dalam pelan, ku akhirnya paham arti tertekan,
Tertekan dengan rekahan syukur, yang mendinginkan tiap amarah lebur,
Kata-katamu yang menawan, yang menyentuh,
Hari ini kuresapi dan sadari,
Karena ku telah menimang sang buah hati,
Sekalipun logis, aku buruk dalam senyum gigis dan tingkah sok manis,
Ku pelajari begitu tak berbatas kasih yang kau curah,
Kini aku, dengan kurangku berusaha melakukannya sepertimu,
Mencintai darah diri, mentarbiyahnya sebagai insan Allah sejati,
Ku proklamirkan dengan lantang,
Dada membusung, tangan membentang,
Mama, kaulah duniaku yang tak terganti,
Mama, kaulah surga yang tak butuh bukti.
Mama, maafku untuk tiap ulahku menitahmu seakan ku raja,
kan ku tasbihkan tiap detik, menit, jam dan hari untuk melayanimu bahagia,
kan ku takbirkan pada alam, kaulah anugerah Allah yang maha menyayang,
penuh rahmah,
dimanapun, kapanpun, apapun yang kau cinta adalah perintah,
mengapa, apa dan bagaimana kau memelukku mesra, mendebur lembut membekas
memori rasa.
Hanya Allah yang benar-benar tahu, cintamu padaku tak terukur dengan masa,
hanya Dia yang tahu, cintaku padamu, kuperjuangkan laksana kaulah sang
nyawa,
kaulah cipta nomer satu, tiada dua,
menghiasiku dengan murni cinta, abaikan resah.
Melukisku dengan cahaya agama, dan hafalan surah,
Menjagaku setia, menyuapiku kala sehat sakit tak kenal payah.
Ku merindukanmu,
sungguh merindukanmu,
Mama. ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar