Edisi “Kawin Paksa”
Sebuah Catatan Sederhana
Oleh Ismail Sunni Muhammad
Mengenal wanita. Dulu, jujur hatiku berkata, teman sungguh mempengaruhi adanya. “Eh, kamu kenal si Dia enggak?” Teman- temanku di bilik pintu berbicara asyik mengenai wanitanya masing- masing. Seakan suatu ajang. Laksana suatu perlombaan. Gairah remaja, pengakuan dan rivalitas sahabat. Benar- benar kenangan yang indah. Yang terkadang membuatku bersyukur mengenal wanita dan terkadang pula, membuatku merutuk diri sempat mengenal mereka.
Sebuah Catatan Sederhana
Oleh Ismail Sunni Muhammad
Ah, udah lama banget rasanya tidak menyapa cinta. Padahal ia yang pertama kali membuatku bernafas dalam belantara remaja. Sekarang aku hanya dapat berimajinasi sendiri. Menjawab pertanyaan dalam hati yang terus menyapa, datang dan pergi. Ohya, apa kabar hati? Kulihat kau semakin rapuh. Berjalan tak tentu arah. Terombang- ambing dengan angan yang membuatmu kian berkeluh kesah. Ku ingin menghiburmu kembali dengan luap cinta, taburan semangat dan debur doa. Ku harap kau dapat kembali berdiri teguh tegar. Menatap lurus, kukuh, mencengkeram tajam pada prinsip Hadist dan Quran.
Ku ingin mulai bermain kata, merangkai makna dengan untain kalimat yang bergandeng mesra. Namun, entah harus ku mulai dengan apa. Tak seperti dulu, kala kau di sisi menemani. Tak seperti dulu, kala senyummu menghapus perih. Percaya atau tidak, jatuh cinta dapat menyulapmu menjadi Pujangga. Rindu, cemburu, sedih dan tangis seakan menjadi sungai kata yang mengantarmu hingga muara makna. Sungguh, aku merindukan masa lalu. Berharap dapat kembali ke masa lalu dengan mesin waktu Doraemon, mengubah takdirku, mengibarkan impian dan bendera asaku.
Mengenal wanita. Dulu, jujur hatiku berkata, teman sungguh mempengaruhi adanya. “Eh, kamu kenal si Dia enggak?” Teman- temanku di bilik pintu berbicara asyik mengenai wanitanya masing- masing. Seakan suatu ajang. Laksana suatu perlombaan. Gairah remaja, pengakuan dan rivalitas sahabat. Benar- benar kenangan yang indah. Yang terkadang membuatku bersyukur mengenal wanita dan terkadang pula, membuatku merutuk diri sempat mengenal mereka.
Waktu berjalan, tempat berpindah, teman terpisah dan semuanya perlahan berubah. Berbeda, tak seperti dulu lagi. Mencoba menjauhi wanita. Apakah itu salah? Hei, jangan bilang aku **** loh. Aku normal dan pecinta wanita, hanya kurasa (sekarang) belum saatnya berbagi kisah dengan sang Cinta. Sekalipun, dulu aku begitu menikmati berbagi apapun yang kumiliki, kualami dengannya.
Berbicara mengenai “Kawin Paksa”. Sebelumnya, aku benar- benar menolak dan kesal. Sungguh amat sakit hati. Mendengar temanku, (dia cewek), dikawinkan dengan seseorang yang bahkan belum pernah dilihat, dikenal, bertemu sapa olehnya. Bukannya cemburu apalagi hasud. Aku juga belum terlalu kenal dia. Hanya sekedar tahu dan mendengar. “Hei, ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi!! Kataku dalam hati.
Cinta tak mungkin dipaksa. Apakah orang tuanya tahu, kalau sebenarnya anaknya (telah) mempunyai kekasih hati, yang sudah lama dipujanya, cinta Idamannya? .. Aku sungguh menyesali “kawin paksa” yang banyak kutemui di lingkungan sekitar ku berada. Tega banget orang tuanya. Aku tak tahu, bagaimana perasaan dan hati teman cewekku dengan keputusan orang tuanya yang menurutku “sepihak”. Sebagai anak, tentu temanku diam dan menurut saja, siapa yang mau dicap anak durhaka? Jika aku berada di posisinya, aku hanya bisa berharap semoga ini adalah yang terbaik buatku dan keluargaku. Yah, berharap dan berharap. Itulah satu- satunya obat pelipur lara yang berkobar dalam dada.
Seiring waktu berjalan. Berpikir dan merenung diri menjadi santapan hati. Apa yang kurang dan musti diperbaiki. Apa dan dimana salahku. Mengapa aku begini dan temanku begitu. Usia memang mengantar kita tuk berpikir matang dan dewasa. Saat itulah, tembok egoku roboh. Semula, aku menjadi tentara emosi, menolak dan berpikir negatif atas apa yang dinamakan “kawin paksa”. Kini, Ku pikir itu lebih suci tuk mendapat ridho Ilahi tanpa harus merasakan duri tangis dan semak dikhianati dalam cinta remaja. Orang tua juga tentu (sudah) lebih berpikir masak dan dewasa mengenai pendamping hidup kita, tidak sembarang memilihkan seorang yang dapat membimbing anaknya mencintai Rasul-Nya dan mengabdi di jalan-Nya.
Aku memang egois. Sok ahli dalam masalah Cinta. Cinta memang tak bisa dipaksa. Namun, jika itu cinta Suci, tentu akan mengalir begitu mudah, mengisi dengan sederhana dan sahaja, menumbuhkan kesetiaan dan kesabaran, menjaga iman dan keyakinan. “Paksa” akan menjadi hanya sebuah kata kosong, sia dan tak bersuara. Beruntung sekali mereka (wanita) yang dinikahkan remaja. Terlindung dari hasutan temannya, terjaga dalam pelukan hangat suaminya. Tidak termakan ucapan mereka yang tertipu dengan fatamorgana cinta yang fana dan penuh dosa. Tidak terbujuk dengan ucapan indah serta pujian rayu yang hanya penuh dengan dusta. Bersabarlah sebentar. Dan ucapan penuh dusta serta pujian rayu kan menjadi nyata, bermuat pahala dan sedekah kalau kau menyebutnya tulus untuk bidadari yang menunggumu di rumah. Bidadari yang mendidik dan menjaga anak- anakmu.
Setiap sentuhan, tatapan, tangisan, pujian, belaian akan menjadi saksi kesetiaan kala berjumpa di Firdaus kelak. Kala bertatap ramah dan lembut dengan Maha Pencipta. Ah, aku hanya dapat tersenyum, mengharapnya benar dan nyata. Semoga Allah memberiku Biadadari Sholehah yang dapat menuntun dan menemani hidupku, menegarkanku kala ku lemah dan terjatuh, membuatku mencintai- Mu dan Rasul- Mu. Itu Doaku malam ini.
Ehem.. ehem.. Ya Allah, Boro- boro berdoa dapat jodoh sholihah, udah syukur banget ujian kemarin selamat dari rosib. Ganti doa deh, .. Ya Allah beri aku semangat berlipat semoga semester besok IPku bisa 4.0 ke atas. Amiin. Ganbatte ne!! …^^
lucu di akhir....
BalasHapusIPK 4 ke atas ??? tahun berapa ya ??? hehehe
evolusi nilai IPK
^_^
Hahaha, aku juga asal nulis tuh. ^_^
BalasHapus